Rabu, 14 Mei 2008

TALIB MUNCUL SEBAGAI KEKUATAN UTAMA DI AFGHANISTAN

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 27/9 (ANTARA) - Mullah Talib, faksi cantrik misterius yang muncul di kancah perang Afghanistan akhir 1994, pada akhirnya membuktikan diri sebagai kekuatan tangguh utama di negara Mujahidin itu setelah Jumat merebut Kabul.

Ibukota negara yang dibentengi oleh komandan lapangan bekas Presiden Burhanuddin Rabbani, Ahmad Shah Masood, itu sekali ini tak dapat dipertahankan oleh kekuatan gabungan "Singa Pansjer" tersebut dan mantan Perdana Menteri Gulbuddin Hekmatyar.

Kantor berita AFP melaporkan, para pejabat bekas pemerintah Rabbani itu mengungsi ke daerah kantung mereka di wilayah utara.

Meskipun demikian, Kuasa Usaha Afghanistan di Jakarta, ketika dihubungi ANTARA melalui telefon, menyatakan "belum menerima keterangan mengenai jatuhnya Kabul atau pun pengungsian anggota pemerintah Rabbani."

Menurut AFP, sejak muncul di kancah konflik Afghanistan dari tempat menimba ilmu Al-Qur'an November 1994, Talib telah mendapat dukungan luas di kalangan rakyat Afghanistan yang sudah jenuh menghadapi pertempuran.

Milisi santri tersebut pertama kali muncul di Kandahar, sebelah selatan Herat, di bagian barat Afghanistan, yang berbatasan dengan Iran.

Saat itu Mullah Talib menyatakan faksi tersebut "ingin menjamin keamanan jalur pemasokan bantuan dari Pakistan menuju Afghanistan."

Jalur itu, katanya, seringkali dijadikan tempat penjarahan oleh perampok.

Namun, dalam waktu kurang dari dua tahun, faksi misterius tersebut --yang seringkali diberitakan mendapat dukungan militer dari Pakistan dan bantuan keuangan dari Arab Saudi-- telah menguasai sekitar 70 persen wilayah Afghanistan.

Pakistan telah berulangkali membantah tuduhan pemberian dukungan kepada Talib dan menyampaikan "sikap netralnya".

Sementara itu, Arab Saudi lebih sering bungkam mengenai dugaan bahwa Riyadh memberikan dukungan finansial kepada Talib.

Di wilayah yang dikuasainya, Talib dilaporkan menerapkan ajaran Islam --sasaran yang ingin diwujudkannya jika faksi tersebut menguasai seluruh Afghanistan.

Seorang bekas diplomat di Islamabad mengatakan kepada AFP bahwa kemunculan Talib setidak-tidaknya telah menyelamatkan banyak rakyat Afghanistan dari kekacauan akibat empat tahun perang saudara antar-Mujahidin.

Namun, milisi santri itu juga mendapat kecaman karena disebut-sebut melakukan diskriminasi terhadap kaum wanita dan menutup sekolah putri, tindakan yang memicu kecaman dari masyarakat internasional.

Talib, dalam perjuangannya menggusur faksi Mujahidin sampai menghasilkan jatuhnya Kabul 27 September, juga mendapat penentangan kuat dari Iran.

Najibullah

Jatuhnya Kabul juga berarti nasib buruk bagi bekas Presiden Mohammad Najibullah, anak asuh Uni Sovyet yang digulingkan Mujahidin April 1992.

Najibullah diberitakan dihukum mati di hadapan regu tembak dan kemudian mayatnya digantung di jalan umum.

Semasa hidupnya, Najibullah adalah salah satu tokoh yang paling ditakuti di Afghanistan.

Najibullah (50) telah memimpin polisi rahasia paling ditakuti di Afghanistan, Khad.

Ia dituduh membantai puluhan ribu orang Afghanistan selama pemerintahnya, yang mendapat dukungan "Tentara Merah" dari akhir 1979 sampai 1989.

Najibullah menggantikan bekas penguasa komunis Babrak Karmal, yang meletakkan jabatan 1986, dan semasa memerintah ia menjadi salah satu pemimpin Afghanistan yang paling dipercaya oleh Moskwa.

Najibullah memangku jabatan paling tinggi ketika 80.000 orang Afghanistan, menurut beberapa organisasi kemanusiaan, disiksa hingga tewas, sementara faksi Mujahidin sedang mengobarkan Jihad (perang suci) melawan Tentara Merah dan rejim Kabul.

Sewaktu markas Khad dilaporkan menjadi ajang penyiksaan, ribuan anggota dan banyak komandan Mujahidin juga ditembak mati di penjara dengan reputasi buruk pada era komunis di Pol-i-Charki.

Namun, tak lama setelah Presiden Uni Sovyet (waktu itu) Mikhail Gorbachev menarik 115.000 prajuritnya dari Afghanistan 1989, Najibullah memulai proses perujukan dan menyelenggarakan pertemuan para pemimpin etnik guna menghimpun dukungan bagi pemerintahnya.

Semua upayanya gagal dan tekanan Mujahidin bertambah kuat sehingga Najibullah merasa sulit mempertahankan kekuasaannya tanpa dukungan tentara bekas Uni Sovyet.

Posisi Najibullah makin terjepit, dan pada saat yang sama, aliansinya, Jenderal Abdul Rashid Dostum --gembong Afghanistan Utara yang pasukannya biasa digunakan Najibullah untuk memburu Mujahidin di daerah pegunungan-- "berkhianat" dan bergabung dengan Mujahidin.

Ketika pemerintahnya terguling, Najibullah bermaksud meninggalkan Kabul tapi ditahan oleh para petugas bandar udara dan berlindung di markas PBB di ibukota Afghanistan.

Menurut Talib, Najibullah dihukum mati karena "melanggar hak asasi rakyat Afghanistan."

Kini, setelah tiga hari pertempuran, Talib, "anak bawang yang baru berusia seumur jagung", menggulung kekuatan gabungan Rabbani-Hekmatyar --perdana menteri yang baru rujuk dengan Rabbani tahun ini.

Namun, upaya untuk mempersatukan Afghanistan --yang telah lebih 15 tahun dicengkeram perang saudara dan bergelimang darah-- bukan upaya mudah buat Mullah Talib.

Pemimpin faksi santri itu, Mullah Muhammad Omar, Jumat mengumumkan pembentukan pemerintah sementara yang akan memerintah selama masa peralihan.

Namun, jalan panjang masih membentang bagi faksi tersebut untuk mempersatukan Afghanistan.

Milisi cantrik tersebut masih harus mendekati para pemimpin faksi lain dari Mujahidin.

Selain itu, Gerakan Islam Nasional (NIM), yang dipimpin oleh Dostum, belum memperlihatkan sikapnya dalam konflik selama ini.

Wilayah faksi tangguh gembong Afghanistan Utara tersebut selama ini dapat dikatakan menjadi wilayah paling aman di Afghanistan karena "tidak tersentuh perang". (27/09/96 16:23)

Tidak ada komentar: