Jumat, 09 Mei 2008

PERSETUJUAN PERDAMAIAN BOSNIA DITANDATANGANI, KERAGUAN MASIH MENGAMBANG

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 14/12 (ANTARA) - Di meja perundingan, persetujuan perdamaian bagi perang saudara di Bosnia, yang telah berkecamuk lebih dari empat tahun dan sebelumnya menghasilkan tak kurang dari empat persetujuan, akhirnya ditandatangani Kamis malam, tapi keraguan tetap menggayut mengenai keberhasilan persetujuan itu di lapangan.

Kamis malam, para pemimpin dunia dilaporkan kantor berita transnasional saling mengucapkan selamat di Paris atas keberhasilan mereka membawa pihak-pihak yang bertikai di republik Balkan menandatangani persetujuan, tapi sebagian pengulas ragu bahwa perdamaian akan terwujud.

Kanselur Jerman Helmut Kohl -- salah satu pemimpin dunia yang memberi sambutan dalam acara penandatanganan persetujuan perdamaian tersebut -- dilaporkan berkomentar bahwa perdamaian tak boleh hanya berupa hilangnya dentuman senjata.

Persetujuan perdamaian itu memberi "persatuan bagi Bosnia", dan menjamin pengakuan bagi negara mini "murni" Serbia Bosnia, pengakuan yang sebenarnya juga diingini orang-orang Kroasia Bosnia.

Menurut para penyokong rencana perdamaian tersebut, pembagian Republik Bosnia akhirnya "akan mendorong masyarakat Bosnia hidup damai saling berdampingan".

Perdana Menteri Inggris John Major menyatakan konflik (di Bosnia) tersebut telah selesai tapi tugas baru separuh dilaksanakan.

Meskipun demikian, Presiden AS Bill Clinton menganjurkan kelompok-kelompok yang terlibat pertikaian agar meraih kesempatan ini.

Sementara itu para pengritik dilaporkan berpendapat orang-orang yang berusaha memecah Bosnia berdasarkan etnik telah cukup berhasil.

Namun kenyataan yang dianggap sulit dicapai ialah kesadaran bahwa perdamaian nyata, langgeng, dengan disertai tingkat keadilan dan harapan bagi masa depan yang lebih baik.

Idealisme dalam kerangka persetujuan Dayton -- yang diparaf belum lama ini di AS dan membawa kepada penandatanganan di Paris, menurut Michael Williams, ahli mengenai Balkan dari Lembaga Kajian Strategis Internasional yang dikutip Reuter, "terlalu abstrak", dan kenyataan di lapangan akan menjadi bukti.

Semua harapan mengenai lembaga-lembaga bersama tak lebih dari "keinginan pada tahun baru", katanya.

Kenyataan lapangan

Saat ini keadaan di Bosnia, menurut Reuter, saljur tebal telah menutup bandar udara Sarajevo dan membuat jalan-jalan di gunung menyimpan bahaya sementara NATO mempersiapkan penempatan tak kurang dari 60.000 prajuritnya.

Meskipun gencatan senjata dilaporkan berjalan, kepahitan dan kebencian akhir perang yang telah menewaskan sampai 200.000 orang di republik tersebut masih melekat.

Bukti mengenai kerumitan yang mengikuti persetujuan perdamaian Paris itu ialah laporan mengenai orang-orang Serbia Bosnia di Sarajevo yang memprotes persetujuan perdamaian tersebut.

Mereka tampaknya tak rela menyerahkan wilayah tempat tinggal mereka kepada pihak Muslim Bosnia, salah persyaratan yang ditetapkan persetujuan Dayton.

Pemimpin etnik yang biasa menjadi pembangkang tersebut, "Presiden Radovan Karadzic" dan komandan militer Jenderal Ratko Mladic, tak hadir pada acara penandatanganan di Paris. Kedua orang itu dinyatakan akan diadili sebagai penjahat perang di Mahkamah Internasional Den Haag.

Kedua orang itu belum memperlihatkan tanda akan melepaskan posisi mereka.

Selain Sarajevo, daerah lain yang juga bisa menjadi penyulut masalah ialah siapa yang berhak menguasai koridor Posavina, yang sangat diingini oleh masih-masing pihak yang bertikai, dan daerah kantung Muslim di Bosnia Timur, Gorazde.

Masa tugas misi penerapan perdamaian NATO, selama satu tahun, dan kesulitan dalam pengaturan bantuan pembangunan kembali juga menjadi awan gelap yang membayangi persetujuan itu.

Kebebasan bergerak pasukan NATO juga diragukan meskipun masalah tersebut telah ditetapkan dalam persetujuan perdamaian selain dihormatinya hak asasi manusia, pemilihan umum dalam waktu sembilan bulan dan kembalinya lebih dari dua juta pengungsi ke rumah mereka.

Banyak petugas pertolongan dilaporkan tak yakin mengenai kemungkinan kembalinya pengungsi Kroasia atau Muslim dari daerah-daerah yang dikuasai Serbia.

Badan pengungsi PBB di Jenewa juga telah memperingatkan bahwa banyak di antara pengungsi tersebut mungkin takkan pernah dapat pulang akibat kebijakan "pembersihan etnik" oleh Serbia yang menjadi ciri khas perang saudara di Balkan.

Selain itu, harapan bagi persetujuan yang lebih luas dan akan meletakkan dasar bagi stabilitas jangka panjang di republik Balkan tersebut juga telah pupus.

Keberhasilan penerapan persetujuan Paris sebenarnya tak dapat diingkari bahwa sepenuhnya terletak pada rakyat negeri tersebut, seperti yang dikatakan bekas perdana menteri Swedia Carl Bildt.

Pasukan multinasional yang dikerahkan ke wilayah itu hanya dapat "berusaha membuat perdamaian berjalan lama".

Tugas paling berat, menurut Bildt, berada di pundak rakyat Bosnia sendiri; jika mereka ingin mewujudkan perdamaian, hak asasi manusia harus dihormati dan masyarakat bersedia hidup berdampingan.

Tanpa itu semua api pertempuran akan berkobar lagi dan pertumpahan darah serta bencana kemanusiaan akan terulang di wilayah yang sejak dulu sering bergolak tersebut. (14/12/95 21:53)

Tidak ada komentar: