Jumat, 02 Mei 2008

AS UMBAR JANJI SERANGAN UDARA DI BOSNIA

Oleh Chaidar Abdullah

Jakarta, 25/1 (ANTARA) - Setelah para pemimpin NATO dalam pertemuan puncak di Brussel pertengahan bulan Januari mengulangi ancaman serangan udara terhadap etnik Serbia di Bosnia, Washington akan membuktikan komitmennya untuk menggunakan kekuatan udara di Balkan.

Selain NATO, ke-12 anggota Uni Eropa juga pernah mengancam akan menggunakan kekuatan militer jika pihak-pihak yang berperang di Bosnia terus mengacak-acak iring-iringan bantuan kemanusiaan setelah penandatanganan persetujuan bahwa mereka takkan menghalangi upaya bantuan.

Bulan Agustus tahun lalu, Pakta Pertahanan Atlantik Utara dilaporkan kantor-kantor berita Barat juga mengancam akan membom etnik pemberontak Serbia Bosnia kalau pencekikan atas kota Sarajevo tak diakhiri.

Gagasan penggunaan serangan udara ialah dijatuhkannya bom di posisi-posisi etnik Serbia Bosnia jika jalur masuk ke bandar udara Tuzla di Sarajevo tak dibuka dan pasukan perdamaian PBB dari Denmark tidak diperkenankan memasuki Srebrenica di Bosnia Timur.

Dalam pelaksanaannya, serangan udara tersebut dilaporkan membutuhkan peralatan canggih yang hanya dapat disediakan oleh NATO dan tak dapat dilancarkan tanpa keterlibatan AS.

Serangan tersebut dilaporkan akan dibatasi pada pencapaian kedua sasaran kemanusiaan itu, karena beberapa negara Eropa telah berulangkali memperingatkan bahwa serangan yang ditujukan untuk membuat Barat merasa lebih nyaman takkan banyak menghasilkan manfaat.

Keprihatinan juga tak pernah sirna bahwa tindakan militer di Bosnia mengandung risiko timbulnya serangan balasan terhadap pasukan pemelihara perdamaian PBB, rusaknya upaya diplomatik guna mengakhiri sekitar 21 bulan perang saudara di Bosnia dan terseretnya Barat ke dalam kancah konflik yang ingin dihindarinya di wilayah Balkan.

Serangan udara dikatakan dapat memadamkan kesempatan bagi keberhasilan upaya diplomatik, padahal selama ini pembicaraan perdamaian antara etnik Serbia, Kroasia dan Muslim Bosnia juga tak banyak membuahkan hasil.

Sekarang, Menteri Luar Negeri AS Warren Christopher mengulangi "komitmen AS" mengenai penggunaan serangan udara di Bosnia, sementara masih ada pejabat Amerika yang mempertanyakan apa yang akan terjadi setelah serangan udara.

Kekhawatiran juga muncul setelah pemimpin Serbia Bosnia Radovan Karadzic, yang bereaksi keras atas ancaman NATO, balik mengancam aliansi Barat tersebut bahwa tindakan seperti itu akan memaksa rakyatnya mempertimbangkan kembali semua konsesi yang telah dilakukannya buat umat Muslim Bosnia.

Tak ada tindakan

Sampai sekarang, ancaman Eropa dan NATO masih tetap berupa ancaman dan belum terbukti dalam tindakan, sementara pertemuan Christopher dengan timpalannya (counterpart) dari Perancis Alain Juppe hari Senin juga tidak memperlihatkan tanda bahwa NATO akan segera membuktikan ancamannya.

Sementara itu, meskipun Juppe menyatakan sangat puas bahwa AS akan menyediakan pelindung udara buat operasi militer di Bosnia, Christopher dilaporkan berkata Amerika Serikat takkan menggelar pasukan darat di bekas republik bekas Yugoslavia tersebut.

Perancis, yang memiliki 6.000 personil yang tergabung dalam pasukan pemelihara perdamaian PBB, menghendaki penjelasan mengenai kebijakan PBB di Bosnia dan keterlibatan lebih besar AS guna mencegah agresi Serbia Bosnia.

Sebelumnya Christopher telah menyatakan bahwa ia bingung dengan sikap Perancis, tapi setelah pertemuan dengan Juppe, Menteri Luar Negeri AS itu mengatakan telah memperoleh gambaran lebih jelas mengenai sikap negara masing-masing.

Juppe juga mengatakan NATO akan membuktikan ancamannya guna menembus blokade pasukan Serbia Bosnia ke bandara Sarajevo, Tuzla, dan Srebrenica.

Kendati membantah kemungkinan penggunaan militer dalam upaya mengakhiri konflik Bosnia, Juppe berpendapat pengiriman bantuan ke republik Balkan tersebut juga bukan jalan penyelesaian.

Ia tetap percaya bahwa penyelesaian politik adalah satu-satunya jalan bagi diakhirinya pertumpahan darah.

NATO terancam

Sementara itu, seorang pejabat Kementeriaan Pertahanan Perancis yang dikutip kantor berita Reuter mengatakan NATO "takkan selamat" kalau Amerika Serikat tak berhasil bergabung dengan aliansinya dari Eropa dalam penggunaan militer untuk mengirim peringatan kepada etnik Serbia Bosnia.

Secara teknis Eropa dikatakan dapat melakukan tindakan tersebut tapi membutuhkan pesawat dan peralatan NATO.

"Tak dapat dibayangkan" mengapa Amerika Serikat tak ingin campur tangan, katanya.

Amerika Serikat, menurut dia, tak bisa membiarkan aliansinya bergerak sendirian. Jika itu terjadi, itu akan menjadi akhir bagi Pakta Pertahanan Atlantik Utara.

Kredibilitas NATO benar-benar menjadi taruhan, setelah dua kali aliansi Barat tersebut melontarkan ancaman serangan udara. Satu ancaman telah berlalu tanpa tindakan nyata.

Namun pernyataan pejabat Perancis tersebut mengundang tafsiran bahwa Perancis -- yang kelihatannya mulai frustrasi dengan kegagalan misi perdamaian PBB di Balkan -- boleh jadi akan menggunakan penolakan Washington untuk terlibat lebih dalam di Bosnia sebagai dalih penarikan pasukannya dari PBB.

Perancis, seperti juga Inggris, tak ingin terlibat perang di Yugoslavia tapi ingin memperlihatkan "sikap keras" terhadap etnik Serbia Bosnia guna menegakkan kembali kharisma pasukan pemelihara perdamaian.

Meskipun "tindakan yang direncanakan NATO tersebut bukan operasi ofensif", kasus bandara Tuzla, kata pejabat Perancis itu, membutuhkan tanggapan segera jika pasukan Serbia Bosnia menembak landasan pacu setelah bandar tersebut dibuka.

Menurut suatu studi PBB, dibutuhkan lebih banyak pasukan darat di Bosnia sebelum Tuzla dapat dibuka, sementara pejabat-pejabat AS dilaporkan tidak antusias dalam operasi seperti itu.

Telah tersiar peringatan bahwa pasukan PBB mungkin akan ditarik dari Bosnia jika AS tidak menggelar pasukan darat untuk bergabung dalam upaya pemeliharaan perdamaian. (25/01/94 07:23)

Tidak ada komentar: